Rabu, 16 Februari 2011

BIOREMEDIASI TANAH SAWAH TERCEMAR LOGAM BERAT


POTENSI AZOLLA SEBAGAI PEMBERSIH
LOGAM BERAT PADA TANAH SAWAH 
OLEH
BENNY HIDAYAT
108104007
PROGRAM DOKTOR
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14/FEB 2011

I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Padi merupakan komoditas strategis yang tetap akan mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian, karena merupakan konsumsi utama mayoritas  masyarakat Indonesia. Intensifikasi pertanian telah dilakukan dalam memacu peningkatan produksi salah satunya dengan pemanfaatan pupuk  dan telah menunjukkan hasil nyata dengan tercapainya swasembada beras sejak tahun1984 yang lalu (Hidayat, 2005).
Penggunaan pupuk an organik (Buatan) pada awalnya mengembirakan karena terjadi peningkatan produksi secara significan, sehingga  memicu penggunaan pupuk buatan secara besar- besaran tetapi akhirnya tanaman tidak respon lagi dengan pemupukan, Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat menunjukkan bahwa sebagian besar lahan sawah intensifikasi di Jawa, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan  dan Pulau Lombok sudah tidak respon terhadap pempukan P dan K (Setyorini dkk., 1995). Hanson dalam Benny hidayat, 2005, menyatakan bahwa tidak responnya pemupukan tersebut disebabkan pola pemupukan yang statis dan tidak berimbang dan juga bahan ikutan pupuk yaitu beberapa kandungan logam berat yang terakumulasi pada lapisan jerap, selain itu juga bila logam terserap oleh tanaman akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Logam berat adalah unsur dengan berat molukul tinggi, dalam kadar rendah umumnya sudah beracun bagi tumbuhan, hewan dan manusia. Termasuk logam berat adalah  Hg, Cr, Cd, As dan Hg (A.m. Geol.Inst.1976 dalam Noto, 2006).

Logam berat memiliki berat jenis yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap kesehatan.
Logam berat masuk dalam lingkungan produksi pertanian melalui pemupukan, pupuk anorganik (buatan) maupun organik, yang diberikan ternyata mempunyai bahan ikutan sejumlah logam berat, dan logam berat yang terlarut diserap oleh tanaman.. Beberapa logam berat tersebut seperti arsenic (As), lead (Pb), mercury (Hg), kadnium (Cd), dan chromium (Cr). Timbal (Pb) yang juga sering disebut timah hitam (lead) merupakan salah satu logam berat yang cukup berbahaya bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Masuknya Pb ke dalam tubuh manusia melalui air minum, makanan atau udara dapat menyebabkan gangguan pada organ seperti gangguan neurologi (syaraf), ginjal, sistem reproduksi, sistem hemopoitik serta sistem syaraf pusat (otak) terutama pada anak yang dapat menurunkan tingkat kecerdasan.
Besarnya  bahaya dan kerusakan yang akan terjadi dengan terbukanya siklus logam beras maka telah dilakukan bermacam usaha diantaranya dengan teknik Bioremediasi, yaitu menggunakan agent hayati sebagai pembersih logam berat.
 Alam adalah ciptaan Allah S.W.T, telah mengatur kesimbangan alam dan  telah menciptakan tumbuhan air yang mempunyai kemampuan dalam menyerap logam berat (Hiperakumulator) sehingga dapat mengurangi efek buruk dari terakumulasinya logam berat pada tubuh manusia. Kehadiran tumbuhan ini awalnya di anggab sebagai gulma air karena populasinya yang begitu cepat, dan ternyata beberapa jenis tumbuhan air mampu bekerja sebagai agens fitoremediasi, seperti azolla, kiambang, enceng gondok, semangi, Kangkung, teratai, Hidrilla  merupakan tumbuhan air yang sekarang telah menjadi bahan penelitian untuk dikembangkan sebagai agent fitoremediasi air,
Azolla merupakan tumbuahan air yang telah lama dikenal dengan simbiosisnya dengan bakteri penambat N (Anabaena azollae) sebagai pensuplay hara Nitrogen bebas dari udara pada padi sawah, ternyata memiliki kempuan ganda selain sebagai pensuplai hara N juga sebagai agent fitoremediasi.
Untuk itu diperlukan sebuah uraian lengkap tentang potensi azolla yang merupakan hasil dari kumpulan penelitian tentang potensi azolla yang akan bermanfaat sebagai bahan penelitian selanjutnya dan merupakan tugas dari mata kuliah bioremediasi
B. Tujuan Penulisan
               1. Untuk mengetahui Peranan Azolla sebagai hiperakumulator
2. Mengetahui Potensi pengembangan Azolla sebagai Hiperakumulator
3. Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya






II. SUMBER LOGAM BERAT PADA PADI SAWAH
Kandungan logam berat didalam tanah secara alamiah sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel 1). Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman (Darmono 1995).

Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (μg/g)
 

Logam                                     Kandungan (Rata-rata)                      Kisaran Non Populasi


As                                                        100                                                      5 – 3000
Co                                                       8                                                           1 – 40
Cu                                                       20                                                        2 – 300
Pb                                                        10                                                         2 – 200
Zn                                                        50                                                        10 – 300
Cd                                                       0,06                                                     0,05 – 0,7
Hg                                                       0,03                                                     0,01 – 0,3


Sumber: Peterson & Alloway (1979) dalam Darmono (1995)
Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat), Cr pada batuan beku ultrafanik (2, 980 ppm berat), Hg pada bauan sedimen pasir (0,29 ppm berat), Pb pada batuan granit (24 ppm berat) (Alloway 1990).

Pupuk yang digunakan dalam kegiatan pertanian juga merupakan pemasok logam berat dalam tanah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan kimia air adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Persyaratan Kimia air
No    Parameter                                           Satuan                Kadar Maksimum
1.      Antimon                                              mg/L                          0,005
2.      Air Raksa                                            mg/L                          0,001
3.      Arsenic                                               mg/L                          0,01
4 .     Barium                                                mg/L                           0,7
5       Boron                                                  mg/L                           0,3
6       Kadmium                                            mg/L                           0,003
7       Kadmium (Valensi 6)                                     mg/L                           0,05
8       Tembaga                                             mg/L                           2
9       Sianida                                                mg/L                           0,07
10     Flourida                                             mg/L                           1,5
11     Timbal                                                mg/L                           0,01
12     Molydenum                                        mg/L                           0,07
13     Nikel                                                   mg/L                           0,02
14     Nitrat                                                  mg/L                           50
15     Nitrit                                                   mg/L                           3
16     Selenium                                             mg/L                           0,01
III. Penyerapan Logam Berat oleh Tumbuhan
 A. Tumbuhan hiperakumulator logam
Ada beberapa kriteria agar tanaman dapat disebut sebagai suatu hiperakumulator, misalnya tanaman yang mampu mentranslokasikan unsur (baik tunggal ataupun berbagai macam unsur) ke pucuk tanaman lebih tinggi dari translokasi yang terjadi di akar, sehingga tanaman yang hanya dapat beradaptasi baik pada tanah-tanah tercemar tidak tergolong tanaman hiperakumulator, karena tidak adanya kemampuan tanaman ini mentranslokasikan serapan unsur ke pucuk tanaman (Aiyen,2005)
Tanaman hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan unsur-unsur tertentu tersebut dengan konsentrasi sangat tinggi ke pucuk dan tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal dalam arti kata tidak kerdil dan tidak mengalami fitotoksisitas. Tanaman juga dikriteriakan sebagai hiperakumulator jika nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai 1, di mana "nilai bioakumulasi" dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk (shoot concentration) di bagi konsentrasi unsur di dalam tanah (defined as shoot concentration/total soil concentration) (Budi dan Joko, 2009).Tanaman, misalnya, dapat dikatakan hiperakumulator Mn, Zn, Ni jika mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm unsur- unsur tersebut, lebih dari 1.000 ppm untuk Cu dan Se, dan harus lebih dari 100 ppm untuk Cd, Cr, Pb, dan Co.


B. Mekanisme penyerapan logam oleh tumbuhan
            Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut.
a.  Penyerapan oleh akar. Telah diketahui, bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya Terdiri dari 2 proses :
1. Ekskresi zat khelat. Mekanisme penyerapan besi lewat pembentukan suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumput-rumputan (Marschner dan Romheld, 1994).. Phytosiderophores yang disentesis dari nicotinamide, yang terdiri dari tiga methionines digabungkan melalui obligasi non-peptide (Higuchi et al., 1999). Chelation dari phytosiderophores dapat membantu dalam transportasi ion logam di membran plasma sebagai kompleks logam-siderophore melalui pengangkut khusus. Dengan mengurangi chelated Fe (III) dengan reduktase chelate besi akar, tanaman dapat rilis larut Fe (II) untuk penyerapan oleh akar (Garam et al, 1994.). Tanaman juga dapat melarutkan besi dan logam lain dengan mengeluarkan  proton dari akar untuk mengasamkan rhizosfer (Garam et al, 1994).. Oleh karena itu mungkin untuk meningkatkan bioavailabilitas polutan logam oleh memanipulasi proses root. Setelah logam adalah Ketersediaan hayati ke tempat penyimpanan, masuknya ion logam di dalam tempat penyimpanan, baik melalui symplast (antar sel) atau apoplast (Ekstraselular), tergantung pada jenis logam dan jenis tanaman. apoplast The kontinum dari epidermis akar dan korteks siap permeable untuk zat terlarut. Apoplastic jalur relatif tidak diatur, karena air dan zat terlarut dapat mengalir dan berdifusi tanpa memotong membran. Dinding sel dari lapisan endodermal bertindak sebagai penghalang untuk difusi apoplastic ke dalam sistem vaskular (Ghosh & Singh, 2005). transportasi Apoplastic dibatasi oleh kapasitas pertukaran kation tinggi dinding sel (Raskin et al, 1997).. Dalam transportasi symplastic, ion logam bergerak melintasi membran plasma, yang biasanya memiliki potensi yang besar negatif istirahat sekitar 170 mV (negatif dalam membran). Potensial membran ini memberikan elektrokimia kuat gradien untuk gerakan batin dari ion logam (Ghosh & Singh, 2005). Kebanyakan logam ion masukkan sel tanaman oleh proses energi tergantung melalui tertentu atau generik-ion logam pembawa atau saluran (Bubb & Lester, 1991). Cutler dan Hujan (1974) menemukan bahwa besar fraksi Cd diambil oleh jaringan jelai melalui penyerapan pertukaran, dan melalui difusi igabungkan dengan karantina, tanpa serapan aktif bersamaan metabolic (Jabeen. Et all, 2009)
Sekarang diketahui, bahwa berbagai molekul lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan nikel pada Alyssum sp. (Kramer et al., 1996) suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang mengikat selenium pada Brassica juncea (Speiser et al., 1992) dan logam lain seperti timbal, kadmium dan tembaga (Gwozdz et al., 1997). Fitokhelatin (PC) dapat dideteksi dalam jaringan tanaman dan budaya terkena sel hanya untuk melacak tingkat logam esensial dan tingkat  diamati pada kultur sel berhubungan dengan menipisnya ion logam dari medium. Observasi ini telah dipahami untuk menunjukkan peran PC dalam homeostasis ion logam metabolisme penting (Rauser, 1995, 1999; Zenk, 1996). Selain itu, dalam percobaan in vitro menunjukkan bahwa PC-Cu dan kompleks PC-Zn dapat mengaktifkan kembali bentuk apo dari para oksidase tembaga-tergantung diamino enzim dan anhydrase Zn-dependent karbonat enzim, masing-masing (Thumann et al, 1991.). Meskipun percobaan ini menunjukkan bahwa PC-logam kompleks mampu menyumbangkan ion logam dengan logam-membutuhkan enzim, dalam setiap kasus Cu atau Zn kompleks tidak lebih efektif daripada garam sulfat logam bebas. Selain itu, peran untuk PC di Fe atau metabolisme sulfur juga telah diusulkan (Zenk, 1996; sanitasi di Toppi dan Gabbrielli, 1999). Namun, saat ini belum ada bukti langsung bahwa PC memiliki fungsi lain daripada di detoksifikasi logam (Cobbett, 2010)
2. Pembentukan reduktase spesifik logam. Di dalam meningkatkan penyerapan besi, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran akarnya (Marschner dan Romheld, 1994). Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar.
b. Translokasi di dalam tubuh tumbuhan. Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni (Kramer et al., 1996) dan fitokhelatin-glutation yang terikat pada Cd (Zhu et al., 1999).
 c. Lokalisasi logam pada jaringan. Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica [Grant et al., 1998]), trikhoma (untuk Cd [Salt et al., 1995]), dan lateks (untuk Ni pada Serbetia acuminata [Collins, 1999]).
IV. POTENSI AZOLLA DALAM MENYERAP LOGAM BERAT

 Azolla adalah asal kata dari bahasa latin yaitu azollaceae, yang merupakan tumbuhan paku air yang termasuk ordo Salviniales, famili Azollaceae. dan mempunyai enam spesies. Sangat mudah berkembang terkadang dianggap petani sebagai gulma atau limbah pertanian di daerah Sumatera umumnya disebut kiambang. Azolla pada daerah persawahan akan mengambang diatas permukaan air dan bila air surut akan menempel pada tanah yang lembab. Pemanfatan azolla sebagai pupuk pengganti urea telah banyak dilaporkan oleh karena dapat mengikat nitrogen yang cukup besar. Spesies yang banyak terdapat di Indonesia terutama di pulau Jawa adalah Azolla.pinnata, dan biasa tumbuh bersama-sama padi di sawah. (Lumpkin dan Plucknett. 1982).
Kandungan Nutrisi Azolla.

Berikut susunan hara dan asam amino yang terkandung didalam azolla.
 Susunan hara azolla (%) berdasarkan berat kering
Kandungan
Unsur
Kandungan
Abu
10.50
Magnesium
0.5 – 0.6
Lemak Kasar
3.0 – 3.30
Mangan
0.11 – 0.16
Protein Kasar
24 – 30
Zat Besi
0.06 – 0.26
Nitrogen
4.5
Gula Terlarut
3.5
Fosfor
0.5 – 0.9
Kalsium
0.4 – 1.0
Kalium
2.0 – 4.5
Serat Kasar
9.1
Pati
6.54
Klorofil
0.34 – 0.55
(Sumber : Maffuchah, 1998)
Meski sudah diperkenalkan dan dipopulerkan sejak awal tahun 1990-an, ternyata belum banyak petani yang memanfaatkan tanaman azolla ( Azolla pinnata) untuk usaha taninya. Padahal manfaat tanaman air yang satu ini cukup banyak. Selain biasa untuk pupuk dan media tanaman biasa, azolla juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak dan ikan.
Di Bali, azolla biasa dan sering dijumpai terapung di perairan sawah dan kolam ikan, karena dianggap gulma, para petani lantas menyingkirkannya. Ditumpuk dan dibuang begitu saja. Padahal, bila dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman padi di sawah, azolla ini bisa menekan penggunaan pupuk urea sampai 65 Kg/ ha.
Pamanfaatn Azolla selain sebagai sumber pupuk juga di kembangkan sebagai agen fitoremediasi yang teleh dikembang di berbagai Negara, Azolla mampu menyerap dan menstabilkan unsur- unsur berikut :

A. Plumbum ( Pb)
Plumbum (Lead) merupakan salah satu unsur kimia yang terdapat dalam unsur periodik, unsur logam ini memiliki simbol Pb yang berasal dari bahasa latin Plumbum. Dalam bahasa Indonesia Lead biasa disebut dengan Timbal. Lead memiliki sifat fisik, lembut dan mudah di bentuk namun juga berat dan beracun. Lead akan berwarna putih jika langsung di potong namun akan tidak berwarna sampai ke abu-abuan jika terkena udara. Unsur besi ini biasa digunakan untuk membangun bangunan, bagian dari baterai dan peluru. Merupakan salah satu unsur logam stabil yang memiliki nomor atom paling tinggi. Unsur ini juga bersifat neurotoxin, yaitu racun yang menyerang saraf (Yoma, 2010)
Azolla memilki adaptasi yang tinggi pada konsentrasi Pb, yang cukup tinggi. Hal ini di laporkan oleh Juhaeti dan Sayrif, 2003, bahwa  Pertumbuhan azolla pada kosentrasi Pb 50 ppm lebih baik dibandingkan pada Pb 0 ppm,  dimana azolla menyerap Pb pada Daun 5.5 ppm dan pada akar 18.2 ppm. Azolla yang di biakan pada air tailing justru mampu menyerap Pb pada daun hingga 94 ppm (Juhaeti dian Syarif, 2003) dan pada air PAM hanya 22ppm.
 Rakhshaee dkk, 2005.Melaporkan bahwa pertumbuhan azolla Filiculoides, pada pemberian 5 mg/liter Pb dengan medium pertumbuhan  dapat mengurangi konsentrasi hingga 0,7 mg/liter pada pH 8
 Tabel 4. Pertumbuahan Azolla dan pengurangan konsentrasi Pb dalam masa 10 hari


Azolla growth final conditions      Final mass (g)a             _(g.r.),Cont. (%)b         Final conc. (mg/l) _     (Re.r.),B.C.G. (%)c


Control                                              51.3
B.C.G.d                                               39.6                               22.8                              1.21
Ca(NO3)2                                                             42.8                                16.5                             1.11                               +2.6
KNO3                                                 44.9                               12.4                             1.75                               14.2
Phot. 8/16                                                             33.5                                34.7                             1.42                               5.5
T=10 C                                             35.4                                31.0                              1.35                                3.8
pH 2                                                   31.5                                38.6                              2.00                               20.8
pH 8                                                   41.1                                19.8                             0.97                               +6.3
( Rakhshaee dkk, 2005)
B. Chromium(Cr)
Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr dan nomor atom 24. Kromium trivalen (Cr(III), atau Cr3+) diperlukan dalam jumlah kecil dalam metabolisme gula pada manusia. Kekurangan kromium trivalen dapat menyebabkan penyakit yang disebut penyakit kekurangan kromium (chromium deficiency). Kromium merupakan logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles menjadi mengkilat. Dengan sifat ini, kromium (krom) banyak digunakan sebagai pelapis pada ornamen-ornamen bangunan maupun pada komponen kendaraan seperti knalpot pada sepeda motor.  Banyaknya penggunaan kromium ini menyebabkan terjadinya kontaminasi kromium di berbagai daerah Industri.
Di India tingkat Kromium (Cr) polusi di daerah industri Singrauli sudah sangat tinggi maka di gunakan azolla pinnata R. BR (Azollaceae) diamati untuk memurnikan air tercemar oleh Cr dalam kondisi mikrokosmos. Azolla pinnata endemik ke India adalah potensi hiperakumulator logam berat. Selama 13 hari percobaan pakis ditumbuhkan dalam medium air yang mengandung Cr 3 + dan CrO 4 2 - ion, masing-masing 0,5, konsentrasi 1,0, dan 3,0 mg L -1.. Kehadiran ion ini dapat menyebabkan 3,1 -37,5% penghambatan + dari pertumbuhan Azolla pinnata dibandingkan dengan kontrol.. Setelah 13 hari percobaan, isi logam dalam larutan menurun hingga 70% (CrO 4 2-3,0 mg L -1 pengobatan) menjadi 88% (CrO 4 2 - 0,5 mg L -1 ). Dalam jaringan Azolla pinnata, konsentrasi beberapa bentuk ion Cr dalam penyelidikan berkisar 415-1095 mg kg -1 massa kering (dm); tingkat tertinggi yang ditemukan dalam larutan yang mengandung Cr (III) (Rai, 2010).Azola juga memiliki kemampuan menyerap Cromium (Cr(IV)   maksimum Cr (VI) adalah sekitar 14,7 × 103 logam mg / kg berat kering biomassa (V.K.Gupta,et.all,2001)
Azolla masih menunjukkan toleransi pertumbuhan hingga pada level  20 ppm,  hal ini dilaporkan oleh Arora, 2006. Dengan memberikan beberapa level Cromium pada medium pertumbuhan air dengan tiga jenis azolla.
Table 5. Effect of Chromium on the growth of Azolla spp. (Arora, 2006)
Cr level in medium lg ml)1          Fresh wt. (g)                                                        Percent change against control


A. microphylla    A. pinnata     A. filiculoides          A. microphylla      A.pinnata     A.filiculoides


Control                                  2.53±0.096         2.58±0.011     1.39±0.028
1 ppm                                       1.16±0.045        1.73±0.026     0.996±0.015                 -54.15                -31.78             -28.05
5 ppm                                       0.870±0.034      1.03±0.05       0.813±0.041                 -65.61                -60.07             -41.51
10 ppm                                     0.723±0.020      0.753±0.025   0.653±0.045                 -71.42                -70.93             -53.02
15 ppm                                     0.543±0.030      0.526±0.049   0.566±0.020                 -78.53                -79.61              -59.28
20 ppm                                  0.430±0.073      0.433±0.061   0.450±0.065                  -83.0                  -83.21             -67.62

Arora, 2006. Juga melaporkan  peningkatan konsentrasi akumulasi Cr dengan peningkatan konsentrasi Cr dalam larutan medum pertumbuhan pada tiga jenis azolla, yaitu A. microphylla, A. pinnata ,A. filiculoides



Table 6. Bioconcentration of Chromium by Azolla spp. after 7 days incubation.( Arora, 2006)


Concentration of Cr in              A. microphylla                                      A. pinnata                                            A. filiculoides

the medium (lg ml)1)                Cr in dry mass (lg g)1)  BCF                   Cr in dry mass (lg g)1)  BCF    Cr in dry mass (lg g)1)  BCF


Control                                  34.3±1.6                                               36.6±1.1                                                21.9±2.3
1                                           4617.7±235.2             4617                    528.1±24.1                  528                     2977.9±26.1  2977
5                                           6156.7±379.1              1231                    1554.7±538.8              311                     4122±476.3     824
10                                          9213.5±1043                 921                   2434.3±1663.1            243                      6567±537       657
15                                          12874.3±154.9              858                    5507.7±320.5              367                     9994.6±899.1 666
20                                          14931.7±2006.2            746                    9125.3±901.3              456.2                   12383.6±2025 619

Bennicelli, 2003, juga melaporkan bahwa Azolla caroliniana, dapat menyerap Cr (III) 0,1 ppm hingga 0 ppm, pada konsentrasi 0.5 ppm pertumbuhan meningkat 3.09% dari kontrol dengan konsentrasi dalam biomassa tertinggi 964 mg/kg dm.
Gambar 1. Penurunan Konsentrasi Hg dan Cr pada beberapa konsentrasi dalam masa 11 hari
(Bennicelli, 2003)

4. Mercury (Hg)
Banyak tanaman mampu mengakumulasi logam berat (disebut hyperaccumulators ) dan salah satunya adalah air pakis A. carolininia. Penelitian telah dilakukan selama 12 hari percobaan dengan pakis ditumbuhkan pada larutan nutrisi yang mengandung Hg2 +, Cr3 + dan CrO42-ion, masing-masing, konsentrasi 0,1 0,5 dan 1,0 mg dm-3. Kehadiran ion ini menyebabkan inhibisi 20-31% dari pertumbuhan caroliniana A., tertinggi di hadapan Hg (II) ion, dibandingkan dengan kontrol. Setelah 12 hari percobaan, kandungan logam solusi menurun menjadi 0-0,25 mg dm-3, dan penurunan ini terdiri antara 74 (Cr3 + 1.0 mg dm-3 perlakuan) dan 100% (CrO42-0,1 mg dm-3 perlakuan). Pakis mengambil kuantitas lebih rendah dari logam dari 0,1 mg dm-3 perlakuan dibandingkan dengan 0,5 dan 1,0 mg dm-3 perlakuan. Dalam jaringan caroliniana A. konsentrasi logam berat dalam penyelidikan berkisar 71-964 mg kg-1 dm, tingkat tertinggi yang ditemukan untuk Cr (III) yang mengandung larutan hara (Bennicelli et al, 2009)
Tabel 7. Pertumbuhan biomasa caroliniana dan konsentrasi logam Berat 12 hari setelah perlakuan


Treatment                Conc.      (f.m. (g)    Increase of biomass with        Conc. in solution                   Conc. in biomass
                              mgdm_3)                     reference to control (%)          (mgdm_3)                             (mg kg_1 dm)

Control                                  57.0                                                                                                           
Hg(II)                      0.1           43.9                       -22.9                       0.02                                                      70.8
0.5           39.3                        -31.0                       0.04                                                      306
1.0           40.8                        -28.5                       0.07                                                     578
(Bennicelli, 2003)
5. Arsenic
Arsen, arsenik, atau arsenikum adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol As dan nomor atom 33. Ini adalah bahan metaloid yang terkenal beracun dan memiliki tiga bentuk alotropik; kuning, hitam, dan abu-abu. Arsenik dan senyawa arsenik digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai aloy.
Beberapa tempat di bumi mengandung arsen yang cukup tinggi sehingga dapat merembes ke air tanah. WHO menetapkan ambang aman tertinggi arsen di air tanah sebesar 50 ppb (bagian per milyar). Kebanyakan wilayah dengan kandungan arsen tertinggi adalah daerah aluvial yang merupakan endapan lumpur sungai dan tanah dengan kaya bahan organik. Diperkirakan sekitar 57 juta orang meminum air tanah yang terkontaminasi arsen berlebih, sehingga berpotensi meracun. Arsenik dalam air tanah bersifat alami, dan dilepaskan dari sedimen ke dalam air tanah karena tidak adanya oksigen pada lapisan di bawah permukaan tanah. Air tanah ini mulai dipergunakan setelah sejumlah LSM dari barat meneliti program air sumur besar-besaran pada akhir abad ke-20, namun gagal menemukan keberadaan arsenik dalam air tanah. Diperkirakan sebagai keracunan masal terburuk dalam sejarah dan mungkin musibah lingkungan terparah dalam sejarah. Di Banglades terjadi epidemik keracunan masal disebabkan oleh arsenik.
Studi mengenai peranan Azolla dalam menyerap arsenic dilakukan oleh Xin Zhang dkk, 2008. Bahwa Azolla memiliki toleransi yang tinggi terhadap arsenic, artinya azolla mempunyai kemampuan dalam menyerap arsenic. Lima puluh strain Azolla di uji dan menunjukkan variasi yang besar di Sebagai akumulasi. Jenis Azolla yang memiliki akumulasi tertinggi adalah jenis Azolla carolininia, Azolla filiculoides. Azolla carolininia mempunyai akumulasi dua lipat dari Azolla filiculoides karena kecepatan arus yang lebih tinggi untuk arsenate. filiculoides A. lebih tahan terhadap arsenate eksternal karena penyerapan yang lebih rendah. Kedua strain menunjukkan tingkat yang sama toleransi untuk internal As. Arsenate dan arsenit adalah spesies yang dominan Seperti di kedua strain Azolla, dengan methlyated Sebagai spesies akuntansi untuk <5% dari total As. filiculoides A. memiliki proporsi yang lebih tinggi dari arsenit dari carolininia A.. Kedua strain effluxed arsenate lebih dari arsenit, dan jumlah Sebagai penghabisan adalah sebanding dengan jumlah akumulasi As.

6. Cadmium
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 μg per orang atau 7 μg per kg berat badan.
Penelitian peranan Azolla dalam meremediasi Kadmium masih sangat sedikit, salah satunya adalah dilakukan oleh Ngadiman, 2006. Beliau mengatakan Azolla dapat meyerap dan menstabilkan Cd.





KESIMPULAN
1.     Pencemaran Logam berat banyak terjadi diperairan dan sangat berbahaya karena umumnya logam berat tersebut dalam keadaan tersedia dan merupakan radikal bebas yang membentuk metalchelating.
2.     Pemanfaatan Azolla pada tumbuhan mempunyai Nilai Ganda yaitu sebagai pensuplai N dengan kemampuan fiksasi N nya dan ternyata azolla berkemampuan sebagai hiperakumulator beberapa logam berat
3.     Azolla dapat sebagai hiperakumulator logam berbahaya seperti;Plumbum, Cromium, Arsenik, Merkuri,Sianida dan Kadmium
4.     Penelitian tentang Azolla sebagai Tumbuhan hiperakumulator masih sangat sedikit, umumnya Azolla dimanfaatkan sebagai pupuk hijau atau pupuk biologis pensuplai N.









DAFTAR PUSTAKA
Aiyen, Dr. Sc. Agr. 2005. lmu Remediasi untuk Atasi Pencemaran Tanah di Aceh dan Sumatera Utara Peneliti Fitoremediasi Dosen pada Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu.Diakses dari .http://pkrlt.ugm.ac.id (Diakses 20 Oktober 2010)
Arora Anju, Sudhir Saxena, and Dinesh Kumar Sharma., 2005. Tolerance ang Phytoaccumulation of Chromium by Three Azolla Species. Word Journal of Microbiologi & Biotecnology 22: 97-100
Baker, A.J.M. 1999. Metal hyperaccumulator plants: a biological resource for exploitation in the phytoextraction of metal-polluted soils. URL: http://lbewww.epfl.ch/COST837/ WG2_abstracts.html (21 April 1999; diakses Mei 2000).
Bennicelli, Z. St.,pniewska, A. BanachK. ,Szajnocha dan  J. Ostrowski, 2003. The ability of Azolla caroliniana to remove heavy metals (Hg(II), Cr(III), Cr(VI)) from municipal waste water. Chemosphere, Volume 55, Issue 1, April 2004, Pages 141-146

Cobbett Christopher S, 2000. Phytochelatins and Their Roles in Heavy Detoxification. Departement of Genetic, University of Melbourne Parkville, Victoria 3052. Australia.

Collins, C.D. 1999. Strategies for minimizing environmental contaminants. Trends Plant Sci. 4:45. Dalam Priyanto dan Prayitno, 2009. (http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm, diakses 4 Oktober 2010).

Darmono, 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI Press Jakarta

Eddy S., 2008. Kemampuan Tanaman Enceng Gondok sebagai agens Fitoremediasi Air Tercemar Timbal (Pb). http://blog.unsri.ac.id/userfiles/Fitoremediasi%20ECENG%20GONDOK.rtf. Di akses tanggal 20 Oktober 2010
Erakhrumen & Agbontalor, A. 2007. Phytoremediation: An Environmentally Sound Technology for Pollution Prevention, Control and Remediation in Developing Countries, Educational Research and Review , (Online), Vol. 2 (7), (diakses, 28 Oktober 2010).
Hardyanti N., Rahayu SS., 2007. Fitoremediasi Fosfat dengan Pemanfaatan Enceng Gondok Eichornia Crassipes) (Studi Kasus Pada Limbah Cair Industri Kecil Laundry), Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1 Maret 2007, ISSN 1907-187X


Hidayati, N. dan Saefudin. 2003. Potensi Hipertoleransi dan Serapan Logam Beberapa Jenis Tumbuhan terhadap Limbah Pengolahan Emas.[Laporan Teknik]. Bogor: Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati. Pusat Penelitian Biologi. LIPI.

Henry, J.R. 2000. An Overview of the phytoremediation of Lead and mercury. USEPA. Washington, D.C.
Juhaeti, T. dan F. Syarif. 2003. Studi Potensi Beberapa Jenis Tumbuhan Air untuk Fitoremediasi. [Laporan Teknik]. Bogor: Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati. Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Bogor .
Juhaeti,T., Starif,F., Hidayati,N., 2004.Inventarisasi Tumbuhan Tumbuhan Potensia Untuk Fitoremediasi.Jurnal Biodiversitas.Vol.6 No.1.hal 310-33
Priyanto, B. & Prayitno, J. 2006.Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khususnya Logam berat, (Online). (http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm, diakses 4 Oktober 2010).

Rakhshaee Roohan.,Morteza Khosravi., Masoud Ganji.,2006. Kinetic modeling and Thermodynamic study to remove Pb(II), Cd (II) and Zn (II) from aqueous Solution using dead and Living Azolla filiculoides. Journal of Hazardous Material B124 p.120-129.

Simangunsong, Y., 2009. Evaluasi Tingkat Pencemaran Tanah Oleh Beberapa Logam Berat di Desa Tanjung Merawa-B Kecamatan Tanjung Merawa Kabupaten Deli Serdang. Departemen Ilmu Tanah Universitas Sumatera Utara

Tomy,M.P., 2009. Bioremediasi Merkuri (Hg) Dengan Tumbuhan Air Sebagai Salah Satu lternatif Penanggulangan Limbah Tambang Emas Rakyat.J
Wagner G.M., 1997. The Botanical Review. Vol. 63. No.1 The new York Botanical Garden, USA

Xin Zhang, Ai-Jun Lin, Fang-Jie Zhao, Guo-Zhong Xu, Gui-Lan Duan, Yong-Guan Zhu , 2005. Arsenic accumulation by the aquatic fern Azolla: Comparison of arsenate uptake, speciation and efflux by A. caroliniana.Environmental Pollution, Volume 156, Issue 3, December2008,Pages1149-1155