POTENSI AZOLLA SEBAGAI HIPERAKUMULATOR Cd dan Cu
Benny hidayat
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Peningkatan produksi pertanian tanaman pangan sudah menjadi konsekuensi logis yang berbanding lurus secara eksponensial terhadap pertambahan penduduk di Indonesia, tetapi peningkatan produksi tidak selalu menggunakan teknologi yang tinggi dan biaya yang mahal, sehingga sulit diaplikasikan oleh masyarakat yang kurang berpendidikan dan berpenghasilan rendah. Penggunaan teknologi diharapkan mampu menaikkan pendapatan petani dan menurunkan laju degradasi lahan. Azolla yang sudah lama dikenal mampu meminimalisasi biaya penggunaan pupuk pada tanaman padi sehingga meningkatkan keuntungan ternyata mampu mnenyerap logam berat (Hiperakumulator). Kadmium (Cd) dan Cuprum (Cu) secara alami sudah tersedia di alam, dan konsentrasinya semakin bertambah dalam campuran pupuk. Kadmium sampai saat ini belum diketahui fungsinya dalam metabolism tumbuhan dan akan menjadi berbahaya bila masuk kedalam rantai makanan dan terakumulasi dalam tubuh manusia. Cuprum (tembaga) merubahan unsur hara esensial yang berperan dalam proses metabolism dan telah terbukti menjadi salah satu yang paling beracun logam berat untuk manusia dan hewan ketika berlebih konsentrasi dalam air. Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk mengetahui mengetahui pertumbuhan Azolla pada berbagai konsentrasi Cd, dan potensi pengembangan Azolla sebagai hiperakumulator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Cd pada dosis 10 ppm memberikan efek letal pada azolla, tetapi pemberian beberapa dosis Cu tidak berpengaruh nyata pada berat basah ,pH media tanam dan kandungan Nitrogen (N) pada azolla, dan nyata pada nilai Bioakumulasi dan kandungan Cu pada azolla.
Kata kunci : Hiperakumulator, Bioakumulasi, Cd,Cu
Pendahuluan
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia telah melakukan eksploitasi terhadap alam dan telah banyak menyebabkan berbagai dampak negatif berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan. Berbagai aktivitas seperti pertanian, industri, pertambangan dan transportasi memberikan kontribusi terhadap pencemaran yang besar terhadap lingkungan khususnya perairan. Pembangunan yang dilaksanakan selama ini masih banyak menyisahkan permasalahan pencemaran lingkungan, yang berakibat terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Beberapa zat kimia yang terindikasi telah mencemari lingkungan antara lain adalah logam berat, pestisida, bahan radioaktif, senyawa nitrat, nitrit, amoniak dan lain-lain.
Logam berat merupakan unsur yang secara alami telah berada di alam, keberadaan logam berat mulai tersingkap karena aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Logam berat memiliki berat jenis yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap kesehatan.
Tembaga (Cu ) merupakan mikronutrien yang penting bagi tanaman dan berada selalu konsentrasi tinggi di ekosistem perairan (Chen et al. 2003). Selain itu, Cu telah menjadi kontaminan luas karena penggunaannya sebagai pestisida dalam pertanian (misalnya, CuSO4 dalam campuran Bordeaux ) (Sanchez et al. 2010 ). Kadmium (Cd) merupakan unsur yang belum diketahui fungsinya dalam proses fisiologi tumbuhan, dan dalam jumlah yang kecilpun cadmium (5µg/L) dapat memberikan efek keracunan pada tumbuhan dan telah dipergunakan dalam bahan campuran pupuk (Sanchez et al. 2010) Di sisi lain beberapa tanaman telah dibuktikan untuk mengakumulasi berat logam dan nutrisi lain dari perairan tercemar dan berpotensi untuk proses fitoremediasi (Jabeen et al. 2009). Namun, pemilihan tanaman spesies untuk menghilangkan ion logam dari air yang tercemar akan juga tergantung pada kecepatan pertumbuhannya , toleransi terhadap berat logam dan konsentrasi logam di lingkungan (Sanchez et al. 2010).
Azolla(A) pinnata sp, merupakan tumbuhan paku-pakuan mini yang yang memiki pertumbuhan 2-3 kali lipat perharinya, ternyata memiliki toleransi dan kemampuan yang tinggi menyerap logam- logam berat (Hiperakumulator). Rai (2008) melaporkan azolla dapat mengurangi 70-94% logam berat (Hg dan Cd, Cu) pada limbah cair di India.
Azolla berpotensi untuk menyerap Pb sampai konsentrasi 46800 ppm, tetapi pada pemberian Cd 90 ppm dan Cu 70 ppm mengakibatkan efek letal (Benny,2011), hingga diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui batas kemampuan dan potensi azolla dalam menyerap logam Cd dan Cu
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pertumbuhan Azolla pada berbagai konsentrasi Cd, dan Cu
2. Mengetahui potensi Azolla sebagai hiperakumulator Cd dan Cu
3. Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya
BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, pada bulan Juli 2011selama 10 hari. Bahan yang digunakan adalah tanaman air jenis A. pinnata, yang telah dibudidayakan di rumah kaca fakultas pertanian USU, air, dan sumber logam berat menggunakan senyawa Pb(CH3COO)2.3H2O), CuSO4.5H2O, Cd(CH3COO)2.2H2O), ketiganya merupakan senyawa mudah larut, serta pupuk majemuk (5-30-30) 50 ppm. Alat yang digunakan berupa ember besar, slang air, saringan kecil.
Metode yang digunakan adalah Rancangan acak kelompok non factorial dengan 3 ulangan dan tujuh perlakuan terpilih sebagai berikut:
1. Azolla tanpa logam berat (A0)
2. Azolla dengan Cd 10 ppm (Cd1)
3. Azolla dengan Cd 40 ppm (Cd2)
4. Azolla dengan Cd 80 ppm (Cd3)
5. Azolla dengan Cu 20 ppm (Cu1)
6. Azolla dengan Cu 40 ppm (Cu2)
7. Azolla dengan Cu 60 ppm (Cu3)
Parameter yang diamati meliputi bobot segar (g) (Fresh weight) , pH, serapan Cd (ppm), Cu (ppm),dan nilai bioakumulasi dan kadar N pada azola (%) . Untuk melihat perbedaan antar perlakuan digunakan uji duncan pada taraf 5% dan untuk melihat dosis letal dengan parsial polynomial orthogonal kontras .
B. Pelaksanaan Penelitian
Azolla yang diaklimatisasi selama satu minggu pada media air dalam baskom plastik yang telah ditambahkan pupuk majemuk dengan konsentrasi 100 ppm. Aklimatisasi bertujuan untuk penyesuaian tumbuhan air pada media dan homogenitas penelitian.
Setelah masa aklimatisasi berakhir, sampel tanaman yang digunakan dipilih yang benar-benar sehat (tidak terdapat cacat) dan memiliki kisaran berat 10 g. Disiapkan media tanam (air sumur bor) untuk pengujian di dalam baskom plastik yang telah diberi logam berat sesuai dengan perlakuan, dengan air sejumlah 12 liter dan dipertahankan volumenya tanpa mempertahankan konsentrasi. Tanaman dipelihara selama 10 hari dan diamati setiap hari untuk melihat efek toksisitas berupa terhambatnya pertumbuahan dan nekrosis.
Setelah masa pengujian sampel berakhir, dilakukan pengukuran bobot segar sampel dengan cara ditiriskan selama 15 menit pada saringan kecil dan menggunakan timbangan digital, dilanjutkan dengan pengukuran kadar logam pada media tanaman (air) dan tanaman, di Analisis di Lab Balai Pengembangan Teknologi Pertanian Sumatera Utara (BPTP-SU). Nilai bioakumulasi merupakan rasio perbandingan konsentrasi unsur tersebut di pucuk (shoot concentration) di bagi konsentrasi unsur di dalam tanah /air(defined as shoot concentration/total soil/water concentration) (Meharg. 2004; Priyanto dan Prayitno. 2006; Agunbiade et al. 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan | Variable yang diamati | |||||
Berat Basah (gr) | Kadar | pH air | Bioakumulasi | Kadar | ||
Cu Azolla (ppm) | N Azolla | |||||
L0 | 30.17a | 128.27a | 8.06a | 1329.38a | 1.54a | |
Cu1 | 26.40a | 2094.35b | 8.34a | 6433.50ab | 1.59a | |
Cu2 | 31.63a | 2600.65c | 8.19a | 7802.23bc | 1.63a | |
Cu3 | 38.57a | 2737.01c | 8.65a | 7664.26c | 1.68a | |
Cd1 | - | - | 8.69a | - | - | |
Cd2 | - | - | 8.41a | - | - | |
Cd3 | - | - | 8.13a | - | - |
. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Berat Basah
Azolla memiliki resisitensi yang tinggi terhadap pemberian Cu pada media tanam hingga 60 ppm, tetapi mengalami efek toksisitas pada pemberian Cd dengan dosis terkecil (10 ppm). Pemberian Cd hari ke-3 belum menunjukkan efek toksisitas pada pertumbuhan azolla (Gambar 3), tetapi pada hari ke-7 pada Cd1 (Dosis 10 ppm) mengalami efek toksisitas, ditandai dengan perubahan warna hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya mati (Gambar 4).
Gambar 3. Pertumbuhan azolla pada hari ketiga perlakuan Cd1 (10 ppm)
Kadmium sangat mudah diserap oleh tanaman, biasanya melalui akar intensitas penyerapan berbanding lurus dengan konsentrasinya pada air atau tanah (Stroinski, 1999). Kadmium juga dapat menjadi penghambat pada pertumbuhan tanaman pada dosis yang tinggi di dalam tanah atau larutan (Stroinski, 1999)
Gambar 4. Pertumbuhan azolla pada hari ke-7 setelah perlakuan Cd1 (10 ppm)
Pada lampiran 1 dapat dilihat bahwa pemberian Cu pada beberapa dosis tidak memberikan pengaruh nyata pada penurunan berat basah azolla di bandingkan tanpa pemberian logam berat Cu.
Gambar 5. Pengaruh pemberian beberapa dosis Cu pada berat basah azolla (g) |
Pada gambar 5 diatas, dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian Cu mempengaruhi berat basah azolla 96.5%, dengan korelasi (r) = 0.98. Pemberian Cu pada awalnya menurun berat basah azolla (Cu1) walaupun tidak berbeda nyata (Lampiran 1), tetapi kemudian meningkat (Lampiran 1) pada konsentrasi Cu yang lebih tinggi (Cu2 dan Cu3). Bobot azolla tertinggi pada perlakuan Cu3 (60 ppm) sebesar 38,57 gr walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainya (Lampiran 1), kecepatan pertumbuhan tertinggi juga pada perlakuan Cu3 yaitu 2,8g/hari walaupun tidak berbeda dengan perlakuan lainnya .Cu memiliki peranan yang penting pada tanaman yaitu sebagai pereduksi protein kecil (plastosianin) pada proses fotosintesis yaitu pada reaksi terang bersama Fe saat pembentukan NADPH dan ATP (Ouzounidou, 1995)
2. Perubahan pH media tanam/larutan
Pada lampiran 2 dapat dilihat bahwa pemberian logam berat Cu dan Cd pada berbagai dosis tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan pH pada media tanam/ larutan. Ini berarti efek letal azolla pada perlakuan Cd tidak diakibatkan oleh perubahan pH tetapi murni karena tingginya konsentrasi yang diberikan sehingga Cd tidak dapat disimpan dalam vakuola spesifik (kompartmentalisasi ) dan merusak sistem metabolisme azolla
y = -0.000x2 + 0.033x + 8.105 R² = 0.833 |
10-20 40 60-80 |
Y = 0.000x2 + 0.001x + 8.112 R² = 0.720 |
|
Cd |
Cu |
Gambar 6. Pengaruh pemberian beberapa dosis Cu-Cd pada perubahan pH median tanam |
Karena mekanisme detoksifikasi dapat melalui kompleksasi atau transformasi, kompartmentalisasi Intraselular seperti penyimpanan vakuola (Meharg, 2004). Awal toksisitas Cd pada azolla dapat dilihat secara visual yaitu terhambatnya pertumbuhan azolla kemudian nekrosis dan akhirnya kematian azolla (Stroinski, 1999). Toksisitas Cd juga mengakibatkan terhambatnya transpirasi (Rascio et al.1993), merusak membrane sel (Stroinski, 1999), mengurangi penyerapan hara (Siedlecka,1995), merusak susunan poliamina dan fospoanositoles pada pembentukan protein, merubah struktur terkecil sel khususnya pada kloroplas (Rascio et al. 1993) dan akhirnya menurunkan intensitas fotosintensis (Krupa and Baszynski, 1995).
3. Kadar Cu pada Azolla
Pada lampiran 3 dapat dilihat bahwa pemberian Cu secara nyata mempengaruhi peningkatan kandungan Cu pada azolla dengan kandungan Cu pada azolla tertinggi pada perlakuan Cu3 (60 ppm) yaitu sebesar 2737.01 ppm (Lampiran 3) walaupun tidak berbeda nyata pada perlakuan Cu2 (40 ppm). Pada analisis orthogonal dapat dilihat bahwa pengaruh Cu pada azolla sampai tingkat kwadratik artinya adanya titik maksimum pemberian Cu pada azolla kemudian dikuti dengan penurunan kandungan Cu, berdasarkan persamaan garis y = -1.143x2 + 110.2x + 182.7 dapat diketahui nilai maksimum kandungan Cu yaitu sebesar 2589.40 ppm dan akhirnya bisa terjadi toksisitas. Pada gambar dibawah ini perlakuan Cu mempengaruhi 98,6% atas peningkatan kandungan Cu azolla dengan nilai korelasi (r) 0.99.
Gambar 7. Pengaruh pemberian beberapa dosis Cu pada kandungan Cu azolla
Benny (2011) melaporkan bahwa perlakuan dosis Cu 70 ppm menghambat pertumbuhan azolla dan akhirnya mengalami kematian, hal ini dapat diketahui karena pada penelitian ini azolla merespon pemberian Cu secara liner pada dosis 40 ppm, setelah itu menurun pada dosis 60 ppm, tepatnya pada dosis 62.98 (rumus titik puncak kwadratik = –b/2a),
Tingginya kadar Cu pada azolla menunjukkan adanya kompartmentalisasi Intraselular seperti penyimpanan vakuola pada azolla, ini merupakan mekanisme detoksifikasi pada azolla sehingga tidak merusak jaringan hingga kematian pada azolla (Meharg, 2005)
4. Nilai Bioakumulasi
Nilai bioakumulasi adalah nilai yang menunjukkan kemampuan tumbuhan hiperakumulator untuk memindahkan (menyerap) sejumlah logam dari media tanam (larutan) ke bagian tubuh tumbuhan tanpa mengalami efek keracunan (toksisitas) ditandai dengan pertumbuhan yang baik (Agunbiade et al. 2009). Tanaman dikriteriakan sebagai hiperakumulator jika nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai 1, di mana "nilai bioakumulasi" dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk (shoot concentration) di bagi konsentrasi unsur di dalam tanah /air(defined as shoot concentration/total soil/water concentration) (Priyanto dan Prayitno, 2006).
Pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa pemberian beberapa dosis Cu meningkatkan nilai bioakumulasi secara nyata di bandingkan tanpa pemberian Cu, dan berdasarkan analisis orthogonal
peningkatan tersebut nyata dari linier hingga kwadratik, artinya penambahan Cu secara nyata tidak lagi menambah nilai bioakumulasi azolla
Gambar 8. Pengaruh beberapa dosis pemberian Cu terhadap nilai bioakumulasi |
Pada gambar 8 di atas dapat dilihat bahwa nilai bioakumulasi tertinggi pada Cu2 (40 ppm) sebesar 7802.23 meningkat secara linier dan menurun pada Cu3 (60 ppm). Hal ini menunjukkan bahwa azolla memiliki nilai bioakumulasi maksimum yaitu sebesar 8235.067 pada dosis 54,54
ppm (-b/2a). Hal ini menunjukkan besarnya potensi azolla sebagai hiperakumulator Cu . Tanpa pemberian logam berat Cu (kontrol) azolla memiliki nilai bioakumulasi sebesar 1329.38, menurut Agunbiade et al (2009) artinya azolla mempunyai kemampuan 1329.4 kali untuk memindahkan Cu yang ada dilarutan ke bagian tanaman azolla.
5. Kadar N pada azolla
Azolla merupakan tumbuhan pensuplay nitrogen secara alamiah melalui simbiosisnya dengan bakteri penambat N yaitu Anabeaena azollae , tumbuhan ini akan mengalami dekomposisi dan melepaskan N , sehingga kandungan N pada azolla dapat dijadikan indikator aktifitas bakteri yang bersimbiosis dengan azolla.
|
Gambar 9. Pengaruh pemberian beberapa dosis Cu pada kadar N azolla |
Pada lampiran 5 dapat dilihat bahwa pemberian beberapa dosis Cu tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrogen (N) pada azolla tetapi mampu meningkatkan kandungan nitrogen walaupun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan logam berat Cu. Pada Gambar 8 diatas dapat dilihat bahwa pemberian logam berat Cu tidak menghambat aktifitas bakteri penambat N tetapi malah dapat meningkatkannya, ditandai dengan peningkatan secara linier kandungan N pada perlakuan dosis Cu 40 hingga 60 ppm walaupun secara statistic tidak berbeda nyata. kompartmen intrasellular (vakuola spesifik) pada azolla untuk menyimpan Cu sehingga tidak mengganggu proses metabolisme tumbuhan dan Ini merupakan mekanisne detoksifikasi pada azolla sehingga tidak merusak jaringan dan kematian pada azolla (Meharg, 2005), dan diduga Cu secara bertahap digunakan pada aktifitas fotosintesis sehingga meningkatkan kandungan nitrogen pada azolla.
Kesimpulan
1. Azolla berpotensi sebagai hiperakumulator Cu hingga konsentrasi larutan 60 ppm , tetapi tidak berpotensi pada Cd dosis 10 ppm
2. Pemberian beberapa dosis Cu tidak berpengaruhnya pada berat basah azolla.
3. Pemberian Cu pada beberapa dosis dosis tidak mempengaruhi pH secara nyata pada media tanam
4. Kandungan Cu tertinggi pada dosis Cu3 (60 ppm) yaitu sebesar 2737.01 dan menurun pada dosis 62.98 ppm
5. Nilai bioakumulasi tertinggi pada perlakuan Cu2 (40 ppm) sebesar 7802.23 dan ini menunjukkan besarnya potensi azolla sebagai Hiperakumulator
6. Pemberian beberapa dosis Cu secara linier meningkatkan kandungan N pada azolla walaupun secara statitik tidak berbeda nyata.
Saran
Agar penelitian dilanjutkan pada penetapan dosis letal Cd pada azolla dan mekanisme detoksifikasi pada azolla secara mikroskopis.