Rabu, 05 November 2025

KISI-KISI/ MODUL MATA KESTAN: Topik: Kalium (K) dalam Tanah dan Tanaman

 

MODUL KULIAH KESUBURAN TANAH

Topik: Kalium (K) dalam Tanah dan Tanaman

Judul: Sumber, Bentuk, Sifat, Fungsi, dan Analisis Kalium (K) dalam Tanah dan Tanaman
Disusun oleh: Dr. Benny Hidayat
Program Studi: Ilmu Tanah / Agronomi
Tahun Akademik: 2025


DAFTAR ISI

1.      Pendahuluan

2.      Sumber dan Bentuk-Bentuk Kalium dalam Tanah

3.      Sifat dan Reaksi Kalium dalam Tanah

4.      Fungsi Kalium dalam Tanaman

5.      Batas Kritis dan Gejala Defisiensi Kalium

6.      Prinsip dan Metode Analisis Kalium dalam Tanah dan Tanaman

7.      Aplikasi dan Implikasi bagi Manajemen Kesuburan Tanah

8.      Kesimpulan

9.      Daftar Pustaka (APA 6th Edition)

 

Sumber dan bentuk-bentuk K (Kalium) dalam tanah

  1. Bentuk-bentuk K menurut ketersediaannya:
    • K dalam larutan tanah (soil solution K): bentuk paling langsung tersedia bagi tanaman; konsentrasi dinamis dan biasanya rendah (mg L⁻¹). Tanaman menyerap K dari fase larutan. (Havlin et al., 2013; Marschner, 2012).
    • K tukar (exchangeable K): K yang terikat pada permukaan partikel liat dan bahan organik melalui pertukaran kation — cepat tersedia setelah desorpsi ke larutan tanah. Diekspresikan sebagai cmolc kg⁻¹ atau mg kg⁻¹. (Sparks, 2003).
    • K non-tukar / terikat (non-exchangeable K / fixed K): K yang berada di dalam kisi mineral liat (mis. mika, glaukonit) atau sorpsi kuat; pelepasannya lebih lambat (minggu–bulan–tahun) melalui desorpsi atau pelapukan mineral. (Havlin et al., 2013).
    • K dalam mineral primer (mineral K): terikat dalam struktur silikat mineral (mis. feldspar, mika); ketersediaannya sangat lambat, tergantung pelapukan mineral (tahun–abad). (Brady & Weil, 2017).
    • K organik: proporsi kecil terikat pada bahan organik; bisa dilepaskan selama dekomposisi. (Marschner, 2012).
  2. Sumber K untuk sistem pertanian:
    • Sumber alami: mineral tanah (feldspar, mika), bahan organik yang terurai, air irigasi (terkadang), dan deposisi atmosfer (biasanya kecil kontribusinya). (Brady & Weil, 2017).
    • Sumber antropogenik: pupuk mineral (KCl, K₂SO₄, KNO₃), limbah organik/biochar yang mengandung K, dan residu tanaman (jerami, abu biomassa). Pemberian pupuk dan residu memengaruhi pool tukar dan larutan. (Havlin et al., 2013).

Sifat dan reaksi K dalam tanah

  1. Mobilitas dan pertukaran (adsorpsi-desorpsi):
    • K adalah kation monovalen (K⁺) dan bergerak bersama air tanah—relatif mobile dibandingkan Ca²⁺ atau Mg²⁺ tetapi kurang mobile dibanding NO₃⁻ karena interaksi dengan permukaan liat.
    • K tukar diserap pada situs pertukaran kation (CEC). Desorpsi K dari situs tukar ke larutan tanah menentukan suplai jangka pendek bagi tanaman. (Sparks, 2003).
  2. Fiksasi (fixation) dalam mineral liat:
    • K dapat menjadi “terfiksasi” ke dalam interlapisan mineral liat tertentu (mis. mika, beberapa tipe illite) sehingga menjadi non-tukar. Proses ini dipengaruhi oleh jenis liat, hidrasi ionik, ukuran pori, suhu, dan kelembapan. Fiksasi menurunkan ketersediaan jangka pendek. (Marschner, 2012).
  3. Pengaruh pH, organisme, dan bahan organik:
    • pH mempengaruhi keseimbangan ion dan persaingan antara kation; pada pH ekstrim ada pengaruh pada CEC dan mineralisasi organik.
    • Bahan organik meningkatkan kapasitas penyangga (buffering) K melalui kontribusi kation dan memodulasi desorpsi/adsorpsi; mikroba mempengaruhi ketersediaan melalui mineralisasi-immobilisasi. (Havlin et al., 2013).
  4. Interaksi dengan ion lain:
    • Persaingan antara K⁺ dan kation lain (Ca²⁺, Mg²⁺, NH₄⁺) dapat memengaruhi ikatan pada situs tukar dan ketersediaan. Pemberian NH₄⁺, misalnya, kadang menekan penyerapan K oleh tanaman karena kompetisi pada akar dan pertukaran di tanah. (Marschner, 2012).

Fungsi K dalam tanaman

Potassium adalah unsur esensial makro dengan fungsi fisiologis utama:

  1. Osmoregulator dan turgor sel: K mengatur tekanan turgor sel — penting untuk pembukaan/penutupan stomata, pengangkutan air, dan kekakuan jaringan. (Marschner, 2012)
  2. Aktivator enzim: K aktifkan banyak enzim metabolik yang terlibat dalam sintesis protein, fotosintesis, dan metabolisme karbohidrat (mis. enzim katekolase, piruvat kinase). (Mengel & Kirkby, 2001)
  3. Translokasi assimilata: K meningkatkan pembentukan dan transpor gula (sakarida) dari daun ke organ lain; penting untuk pembentukan buah dan biji.
  4. Keseimbangan ion dan pH sitoplasma: K membantu menjaga keseimbangan ion dan homeostasis sel.
  5. Ketahanan terhadap stres: K meningkatkan toleransi terhadap kekeringan, dingin, penyakit, dan serangan hama melalui penguatan dinding sel, regulasi stomata, dan metabolit sekunder. (Havlin et al., 2013)

Batas kritis (critical levels) dan gejala defisiensi K

Catatan penting: nilai batas kritis bergantung pada metode pengukuran (tipe ekstraktan tanah), jenis tanaman, fase pertumbuhan, dan kondisi tanah lokal. Berikut rentang dan prinsip umum yang sering digunakan—sebaiknya selalu dikalibrasi dengan referensi lokal.

  1. Batas kritis di tanah (contoh untuk ekstrak NH₄OAc 1 M, exchangeable K):
    • Banyak sumber menyebut critical exchangeable K ~ 0.2–0.3 cmolc kg⁻¹ (≈ 78–117 mg K kg⁻¹) untuk sistem pertanian umum; namun kisaran ini bervariasi menurut jenis tanah dan tanaman. Tanah dengan nilai di bawah rentang tersebut cenderung memerlukan pemupukan K. (Havlin et al., 2013; Sparks, 2003)
  2. Batas kritis pada jaringan tanaman (konsentrasi K pada bahan kering daun):
    • Untuk banyak tanaman biji/buah, < 1.0% K (dry weight) sering dianggap defisiensi; kisaran optimal sering 1.5–3.0% tergantung spesies. Beberapa tanaman membutuhkan lebih tinggi (mis. kentang, tomat). (Jones, 2001; Mengel & Kirkby, 2001)
  3. Gejala defisiensi K (fenotipis):
    • Chlorosis marginal (menguning di tepi daun) pada daun tua, karena K bersifat mobile—K dipindahkan dari daun tua ke organ yang aktif. (Marschner, 2012)
    • Necrosis (mati jaringan) pada tepi daun, pertumbuhan vegetatif terhambat, batang rapuh, penurunan ukuran dan mutu buah/bulb/tuber.
    • Penurunan toleransi terhadap kekeringan dan penyakit, buah lebih rentan dan kualitas hasil rendah (mis. kadar gula pada buah menurun). (Marschner, 2012; Havlin et al., 2013)


Gambar Penampakan Tanaman Kekurangan Kalium (K)


Prinsip kerja dalam analisis K tanah dan tanaman

  1. Analisis tanah — prinsip dan metode umum
    • Prinsip umum: mengestimasi pool K yang relevan bagi tanaman (larutan, tukar, non-tukar) menggunakan ekstraktan kimia yang “mewakili” ketersediaan biologis.
    • Metode ekstraksi popular ( Destruksi basah)
      • NH₄OAc (ammonium acetate 1 M, pH 7): mengukur K tukar (exchangeable K). Banyak laboratorium menggunakannya sebagai standar. (Havlin et al., 2013)
      • Mehlich (Mehlich-1, Mehlich-3): campuran ekstraktan yang cocok untuk tanah tertentu; Mehlich-3 banyak digunakan di Amerika Utara untuk multi-nutrien termasuk K.
      • KCl atau NH₄Cl: kadang digunakan untuk mengekstrak K larutan + sebagian non-tukar.
      • Water extraction (soil solution) dan plant-available pools: untuk melihat K larutan atau cepat tersedia.
    • Interpretasi: hasil numerik dibandingkan dengan rentang kritis yang ditentukan untuk metode tersebut; token lokal/kalibrasi diperlukan.
  2. Analisis jaringan tanaman (plant tissue analysis) — prinsip dan praktik
    • Prinsip: mengukur konsentrasi K pada bagian tanaman tertentu (sering daun muda/daun kronologis tertentu) pada fase pertumbuhan yang ditetapkan untuk menilai status nutrisi tanaman.
    • Sampling timing & tissue selection: penting — mis. untuk banyak tanaman, sampling daun petiole atau daun ke-3 dari pucuk pada fase vegetatif/pra-pembungaan sebagai standar.
    • Teknik analitik: sample dikeringkan, digerus, dicerna (HNO₃ atau H₂SO₄ / H₂O₂ pada metode tertentu), dan dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Flame Photometry, atau Inductively Coupled Plasma–Optical Emission Spectroscopy (ICP-OES) untuk K. (Jones, 2001)
    • Interpretasi: membandingkan nilai dengan critical tissue concentrations untuk spesies dan fase pertumbuhan. Perlu juga mempertimbangkan interaksi nutrisi (mis. Mg, Ca, Na, NH₄⁺) dan kondisi lingkungan.
  3. Prinsip validitas dan korelasi:
    • Tes tanah memberikan indikasi ketersediaan relatif — korelasi antara hasil tes dan respons tanaman (yield response to K fertilizer) harus diuji lokal (kalibrasi lapangan) karena perbedaan tanah, iklim, dan kultur tanaman. (Havlin et al., 2013)

Implikasi praktis dan rekomendasi singkat

  • Pengelolaan K harus bersifat site-specific. Gunakan tes tanah yang konsisten (metode yang sama) dan kalibrasi terhadap respons tanaman lokal. (Havlin et al., 2013)
  • Kombinasikan analisis tanah dan jaringan tanaman untuk diagnosis: tanah untuk kebutuhan pemupukan jangka panjang; jaringan untuk status fisiologis aktual tanaman.
  • Sumber K: pupuk mineral (KCl, K₂SO₄) cepat menambah pool tukar; residu tanaman dan bahan organik/biochar dapat meningkatkan retensi dan menurunkan kehilangan K bergantung pada sifat bahan tersebut.
  • Perhatikan interaksi nutrisi (mis. amonium vs. kalium) dan manajemen irigasi karena K larut dapat terlepas melalui leaching terutama pada pasir/low CEC soils.

alur (SOP) analisis Kalium (K) di laboratorium dalam bentuk langkah demi langkah yang jelas: tindakan pra-analitik (sampling & persiapan), ekstraksi/digesti, pengukuran (opsi instrumen), kontrol kualitas, perhitungan, keselamatan & pembuangan limbah. Saya sertakan juga contoh perhitungan dan checklist singkat untuk memudahkan kerja di laboratorium.

1. Ruang lingkup & tujuan

Menentukan konsentrasi Kalium (K) pada sampel tanah atau jaringan tanaman untuk tujuan analisis kesuburan / nutrisi menggunakan metode ekstraksi/digesti yang sesuai dan pengukuran dengan alat spektrofotometri/flame photometer/AAS/ICP-OES.2. Bahan & peralatan utama

  • Bahan / reagen
    • 1 M Ammonium acetate (NH₄OAc) pH 7.0 (umum untuk K tukar pada tanah).
    • HNO₃ (asam nitrat, konsentrat) dan H₂O₂ untuk digesti basah jaringan tanaman (opsional).
    • Standar Kalium (K⁺) stok (mis. 1000 mg/L) dan seri standar kerja (mis. 0, 1, 2, 5, 10, 20 mg/L).
    • Air deionized / demineralized.
    • Blanks reagen.
  • Peralatan
    • Oven (untuk pengeringan sampel bila diperlukan).
    • Grinder / mortar untuk homogenisasi.
    • Timbangan analitik (±0.001 g).
    • Pengocok orbital atau end-over-end shaker.
    • Centrifuge atau corong pemfilteran / kertas saring.
    • Pipet volumetrik, gelas ukur.
    • Flame photometer, AAS (flame/graphite furnace) atau ICP-OES (pilih salah satu sesuai ketersediaan).
    • Labware tahan asam (botol polietilen/borosilicate).

3. Pengambilan & persiapan sampel

A. Tanah (contoh untuk K tukar)

  1. Ambil sampel tanah representatif sesuai protokol lapang (mis. beberapa subsample, campur jadi satu).
  2. Keringkan udara atau oven pada 40–60°C hingga konstan (hindari suhu tinggi yang mengubah kelarutan mineral).
  3. Giling dan ayak (mis. 2 mm) untuk homogenisasi.
  4. Timbang ±10.00 g tanah kering (catat massa m dalam gram).

B. Jaringan tanaman

  1. Cuci jaringan untuk menghilangkan debu & kontaminasi.
  2. Keringkan pada 60–70°C hingga berat konstan.
  3. Giling halus (mortar/mill).
  4. Timbang massa yang diperlukan (mis. 0.5–1.0 g kering).

4. Ekstraksi / Digesti

(A) Tanah — ekstraksi NH₄OAc (metode umum untuk K tukar)

  1. Rasio tanah : larutan = 1 : 10 (w/v). Contoh: 10.00 g tanah + 100.0 mL 1 M NH₄OAc pH 7.0.
  2. Kocok/agitasi selama 30 menit pada pengocok orbital.
  3. Diamkan singkat lalu saring atau sentrifus untuk mendapatkan ekstrak jernih.
  4. Ambil filtrat untuk pengukuran; jika perlu, lakukan pengenceran yang tepat.

(B) Jaringan tanaman — digesti basah

  1. Masukkan ~0.5 g sampel jaringan ke labu digesti.
  2. Tambah 5–10 mL HNO₃ (konsentrat); biarkan reaksi awal (beberapa menit) di safety fume hood.
  3. Tambah H₂O₂ sedikit demi sedikit sampai reaksi berhenti; lanjutkan pemanasan (mikrowave digester atau block digester) hingga larutan jernih.
  4. Dinginkan, pindahkan ke volumetrik dan buat volume tetap (mis. 50.0 mL) dengan air deionized.
  5. Saring bila perlu.

5. Persiapan standar & blank

  1. Siapkan serangkaian standar kerja dari stok (mis. 0, 1, 2, 5, 10, 20 mg/L K) dengan menggunakan air deionized atau matriks yang cocok.
  2. Buat blank reagen (hanya pelarut/ekstraktan tanpa sampel).
  3. Jika matriks sample berbeda, pertimbangkan standar tambahan atau metode spike untuk memeriksa efek matriks.

6. Pengukuran instrumen (pilihan)

  • Flame photometer
    • Atur instrument sesuai manual (lampu, pengaturan gas, blank).
    • Kalibrasi dengan standar; ukur blank dan standar, kemudian sampel.
    • Catat respons (absorbance atau intensitas).
  • AAS (Flame)
    • Gunakan lampu K khusus.
    • Kalibrasi dengan standar; ukur blank, standar, sampel.
  • ICP-OES
    • Kalibrasi multi-point; ukur blank, standar, QC, dan sampel.

Catatan: Pilih instrumen sesuai sensitivitas yang diperlukan (ICP > AAS > flame photometer). Pastikan pengenceran sampel berada dalam rentang kurva kalibrasi.

7. Kontrol kualitas (QC)

  • Jalankan blank, duplicate (dua kali analisis tiap sampel), spike recovery (tambahkan jumlah K diketahui ke sampel), dan Certified Reference Material (CRM) bila tersedia.
  • Kriteria penerimaan: recovery spike 85–115% (toleransi lab tergantung), duplicate RSD <5–10% tergantung level.
  • Simpan log instrument dan catat semua parameter.

8. Perhitungan

Rumus umum untuk tanah (mengubah hasil dari mg/L pada ekstrak menjadi mg K per kg tanah):

K (mg/kg)=C  (mg/L)×V  (L)m  (kg)\text{K (mg/kg)} = \frac{C \;(\text{mg/L}) \times V \;(\text{L})}{m \;(\text{kg})}K (mg/kg)=m(kg)C(mg/L)×V(L)​

Dimana:

  • CCC = konsentrasi K yang dibaca dari alat (mg/L)
  • VVV = volume ekstrak (L)
  • mmm = massa tanah kering yang diekstrak (kg)

Contoh langkah-per-langkah (hitung digit-per-digit):
Misal: tanah 10.00 g (m = 10.00 g = 0.01000 kg) diekstrak dengan 100.0 mL (V = 100.0 mL = 0.1000 L). Hasil pengukuran ekstrak: C = 25.0 mg/L.

  1. Hitung numerator: C×V=25.0 mg/L×0.1000 L=C \times V = 25.0\ \text{mg/L} \times 0.1000\ \text{L} =C×V=25.0 mg/L×0.1000 L=
    • 25.0×0.1000=2.50025.0 \times 0.1000 = 2.50025.0×0.1000=2.500 mg
  2. Bagi dengan massa dalam kg: m=0.01000 kgm = 0.01000\ \text{kg}m=0.01000 kg
    • 2.500 mg÷0.01000 kg=250.0 mg/kg2.500\ \text{mg} \div 0.01000\ \text{kg} = 250.0\ \text{mg/kg}2.500 mg÷0.01000 kg=250.0 mg/kg

Jadi hasil: 250 mg K / kg tanah.

Untuk jaringan tanaman hasil umumnya dilaporkan sebagai mg K per kg bahan kering (mg/kg atau g/kg) menggunakan rumus yang sama (sesuaikan V dan m).

 

9. Pelaporan hasil

  • Tulis nilai rata-rata dari duplicate, sertakan standar deviasi dan jumlah replikasi.
  • Sertakan metode (ekstraksi NH₄OAc 1 M pH7, rasio 1:10, waktu pengocok 30 menit), instrumen (mis. Flame photometer model X), tanggal analisis, nama operator, QC yang dilampirkan.
  • Unit: mg K / kg tanah (ppm) atau mg K / kg bahan kering (untuk jaringan).

10. Keselamatan & limbah

  • Lakukan semua pekerjaan asam (HNO₃) di hood; gunakan APD (sarung tangan nitril, kacamata, jas lab).
  • Tindakan pencegahan terhadap percikan panas/reaksi saat menambahkan H₂O₂ ke HNO₃.
  • Limbah asam/digesti dikumpulkan terpisah dalam wadah bertanda; netralisasi sesuai kebijakan lab atau serahkan ke layanan limbah berbahaya.
  • Reagen hidup (NH₄OAc) juga dibuang sesuai peraturan lokal.

11. Checklist singkat untuk operator sebelum mulai

  • Sampel terlabel & kering/homogen
  • Reagen disiapkan (1 M NH₄OAc; standar K)
  • Instrumen dikalibrasi & blank dijalankan
  • QC plan (duplicate, spike, CRM) siap
  • APD & hood tersedia

 

Referensi (APA 6th Edition)

Black, C. A. (Ed.). (1965). Methods of Soil Analysis, Part 2: Chemical and Microbiological Properties. Madison, WI: American Society of Agronomy.

Brady, N. C., & Weil, R. R. (2017). The nature and properties of soils (15th ed.). Pearson Education.

Page, A. L., Miller, R. H., & Keeney, D. R. (Eds.). (1982). Methods of Soil Analysis, Part 2: Chemical and Microbiological Properties (2nd ed.). Madison, WI: ASA and SSSA.

Horneck, D. A., & Hanson, D. (1998). Determination of Potassium and Sodium by Flame Emission Photometry. In Western States Laboratory Proficiency Testing Program Handbook for Agricultural Laboratories. Oregon State University.

Havlin, J. L., Tisdale, S. L., Nelson, W. L., & Beaton, J. D. (2013). Soil fertility and fertilizers: An introduction to nutrient management (8th ed.). Pearson.

Jones, J. B., Jr. (2001). Laboratory guide for conducting soil tests and plant analysis (CRC Press / The Florida A&M University Cooperative Extension Service).

Sumner, M. E. (Ed.). (1999). Handbook of Soil Science. Boca Raton, FL: CRC Press.

Referensi umum untuk prinsip-prinsip kimia tanah termasuk dinamika K dan metode analitiknya.

Sparks, D. L. (Ed.). (1996). Methods of Soil Analysis, Part 3: Chemical Methods. Madison, WI: SSSA.

Referensi modern untuk prosedur analisis K dengan AAS, ICP, dan metode ekstraksi alternatif (Mehlich, Bray, Olsen).

  BPT (Balai Penelitian Tanah). (2009). Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian.

Standar nasional Indonesia untuk prosedur laboratorium analisis K, baik tanah maupun tanaman (digesti HNO₃-HClO₄, ekstraksi NH₄OAc).

  FAO. (2008). Guide to Laboratory Establishment for Plant Nutrient Analysis. FAO Fertilizer and Plant Nutrition Bulletin No. 19. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Pedoman umum untuk analisis unsur hara makro (termasuk Kalium) di laboratorium tanah & tanaman.

 

Havlin, J. L., Tisdale, S. L., Nelson, W. L., & Beaton, J. D. (2013). Soil fertility and fertilizers: An introduction to nutrient management (8th ed.). Pearson.

Jones, J. B., Jr. (2001). Laboratory guide for conducting soil tests and plant analysis (CRC Press / The Florida A&M University Cooperative Extension Service).

Marschner, P. (2012). Marschner’s mineral nutrition of higher plants (3rd ed.). Academic Press.

Mengel, K., & Kirkby, E. A. (2001). Principles of plant nutrition (5th ed.). Kluwer Academic Publishers.

Sparks, D. L. (2003). Environmental soil chemistry (2nd ed.). Academic Press.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar