FITOEKSTRAKSI Pb OLEH RUMPUT VETIVER MELALUI MOBILISASI DENGAN ASAM ORGANIK
AHMAD SOFIAN
DISEMINAR TANGGAL, 27 JANUARI 2011
PROGRAM DOKTOR
PENDAHULUAN
Dewasa ini di sektor pertanian tidak saja memusatkan perhatian pada aktivitas budidaya saja akan tetapi juga harus makin memperhatikan isu penting yang terkait dengan upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Praktek pertanian yang dilakukan selama ini dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan ternyata telah mengakibatkan terdegradasinya lahan dan menurunnya kualitas lingkungan yang ditandai dengan melandainya dan cenderung menurunnya produktivitas lahan pertanian sehingga mengancam keberlanjutan produktivitasnya.
Salah satu tantangan yang dihadapi sektor pertanian adalah penurunan produktivitas akibat degradasi sumber daya lahan dan air serta penurunan kualitas lingkungan. Aktivitas pertanian dalam perkembangannya sangat berorientasi pada penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Penggunaan bahan bahan ini dalam jangka panjang ternyata berdampak pada rusaknya sumber daya tanah sehingga menurunkan kemampuanya dalam berproduksi. Banyaknya bahan-bahan pencemar (polutan) berada dalam tanah, salah satunya adalah logam berat. Penangan tanah tercemar logam berat cukup sulit karena tidak dapat didegradasi oleh mikroba dalam tanah (Las, et al., 2006).
Logam berat adalah unsur logam dengan berat/ massa atom tinggi. Dalam kajian lingkungan logam dikategorikan menjadi logam berat jika memilki berat jenis lebih besar dari 5 g/ml. Secara umum logam berat sudah bersifat racun pada konsentrasi yang rendah bagi tumbuhan, hewan dan manusia (American Geologic Institute, 1976 dalam Notohadiprawiro, 1993).
Salah satu logam berat yang perlu mendapat perhatian lebih adalah Pb (Plumbum). Hal ini menjadi sangat penting jika kita menyadari bahwa budidaya tanaman yang intensif, dengan pengunaan pupuk kimia yang tinggi dan terus menerus, telah menyebabkan tingginya residu pupuk,dan meningkatkan kandungan logam berat terutama Pb dan Cd (Cadmium) dalam tanah. Hasil identifikasi yang dilakukan Kasno et al., (2003) menunjukkan 21-40% lahan sawah di jalur pantura Jawa Barat tercemar logam berat, bahkan 4-7% diantaranya dikategorikan tercemar berat oleh Pb (> 1,0 ppm).
Secara umum dalam pemupukan yang selalu menjadi perhatian dan dihitung adalah banyak kandungan hara yang disumbangkan oleh pupuk yang diberikan. Hampir tidak disadari dan tidak dihitung berapa banyak logam berat yang ada dalam pupuk dan masuk ke dalam tanah. Padahal berbagai jenis pupuk baik organik maupun anorganik mengandung logam berat khususnya Pb. Berikut disajikan kandungan logam berat beberapa jenis pupuk .
Tabel 1. Kandungan logam berat beberapa jenis pupuk
Jenis Pupuk | Kandungan logam berat (mg kg -1) | ||
Pb | Cd | Cr | |
Rock Phosphate Chrismast | 60 | 38 | - |
Rock Phosphate Senegal | 55 | 113 | - |
Rock PhosphateMaroko | 113 | 57 | - |
Rock Phosphate China | Tidak terukur | 3 | - |
Rock Phosphate Ciamis | 58 | 58 | - |
Pupuk Kandang Ayam | 11 | 0,11 | 33 |
Pupuk kandang sapi | 24 | 0,22 | 122 |
Pupuk kandang Kambing | 4 | Tidak terukur | 44 |
Sumber : Kurnia et al., 2004
Data ini menunjukkan betapa banyak logam berat khususnya Pb yang tanpa disadari terus menerus diberikan ke dalam tanah. Selain itu menurut US Environment Protection Agency (EPA) logam berat yang paling sering menjadi pencemar di Amerika serikat adalah Pb yang kejadiannya mencapai 77 %. Di Indonesia belum tersedi data tentang logam berat yang paling sering mencemari lingkungan, namun kalau kita mengacu pada penggunaan bahan bakar minyak di tanah air kita dan lemahnya pengawasan terhadap pencemaran lingkungan mungkin hasilnya tidak berbeda. Fakta ini harus menyadarkan kita betapa pentingnya meningkatkan perhatian terhadap logam berat khususnya Pb yang dapat menimbulkan resiko lingkungan yang mengancam tumbuhan, hewan dan manusia.
Sumber dan Dinamika logam berat dalam tanah
Logam berat dapat bersumber pada aktivitas alam (geogenic) dan aktivitas manusia (anthropogenic). Secara alami magma gunung api mengandung logam berat, demikian juga berbagai batuan juga mengandung logam berat. Sumber logam berat yang berasal dari aktivitas manusia antara lain gas buangan kenderaan bermotor, pertambangan, industri elektronika dan kimia, pestisida, pupuk dan lain-lain (Notohadiprawiro, 1993; Suhendrayatna, 2003).
Logam berat dapat masuk ke dalam lingkungan khususnya tanah dikarenakan oleh : 1. Tersingkapnya longgokan logam berat dalam bumi baik karena erosi maupun penambangan , 2.Pelapukan batuan yang mengandung logam berat dan menjadi residu dalam tanah, 3. Penggunaan bahan alami menjadi pupuk atau pembenah tanah, 4. Pembuangan limbah industri dan sampah (Notohadiprawiro, 1993).
Fakta yang ada menunjukkan bahwa masuknya logam berat ke tanah/ lingkungan terutama akibat aktivitas manusia. Masuknya logam berat ke lingkungan tidak serta merta meracuni makhluk hidup akan tetapi logam berat baru meracuni jika masuk ke dalam sistem metabolisme makhluk hidup dan melampaui ambang batas . Ambang batas untuk setiap jenis logam berat dan makhluk hidup berbeda.
Masuknya logam berat ke dalam metabolism manusia dan hewan terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pemasukan secara langsung terjadi melalui air yang diminum, udara yang dihirup atau persinggungan dengan kulit. Secara tidak langsung logam berat masuk melalui bahan yang dimakan. Dalam kejadian ini sumber logam berat berasal dari tanah, air dan udara melalui perantaraan tumbuhan yang menyerapnya dan mengumpulkannya dalam jaringan tumbuhan yang akan dimakan oleh manusia dan hewan (Notohadiprawiro, 1993).
Berdasarkan tinjauan yang menyeluruh bentuk logam berat dalam tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuki :
1. larut dalam air dan berada dalam larutan tanah
2. dapat dipertukarkan, terjerap pada komplek jerapan koloid tanah
3. terikat secara organik, berasosiasi dengan humus yang tidak terlarutkan
4. terjerat (occluded) dalam oksida besi dan mangan
5. bersenyawa dengan sulfida, fospat dan karbonat
6. terikat secara struktural dalam mineral silikat atau mineral primer
Bentuk yang larut dalam air hanya 1-5 %, walaupun bentuk ini paling sedikit namun menjadi sangat penting ditinjau dari aspek lingkungan karena penyerapan oleh tanaman dan pengangkutannya dalam lingkungan tergantung pada bentuk logam berat ini.
Dalam tanah logam berat ditahan melalui erapan, presipitasi dan kompleksasi dan keluar dari tanah melaui pengambilan oleh tanaman dan pencucian. Beberapa logam berat seperti arsen, merkuri dan selenium dapat mengalami penguapan karena mampu membentu persenyawan dalam bentuk gas. Dinamika logam berat di lingkungan/ tanah ditentukan oleh sifat tanah dan faktor lingkungan,( Bolan et al., 2008).
Parameter penting yang selalu menjadi perhatian dalam kajian logam berat adalah ketersediaan hayati (bioavailaibilty) dalam tanah. Hal ini menjadi penting dalam kaitannya dengan usaha bioremediasi pada tanah tercemar logam berat. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati logam berat antara lain adalah :
1. pH tanah
2. kandungan bahan organik tanah
3. kapasitas tukar kation dan kapasitas tukar anion
4. jenis tanah
Ketersediaan hayati logam berat dipengaruhi oleh pH tanah, dimana pH tanah akan mempengaruhi erapan pencemar anorganik seperti logam berat maupun pencemar organik yang dapat terionisasi. Perubahan pH tanah mengakibatkan perubahan pada muatan berubah (variable charge) baik pada tanah yang sudah lanjut pelapukannya maupun yang baru pelapukannnya. Kenaikan pH mengakibatkan naiknya muatan tanah sehingga memperbesar muatan negatif tanah, sehingga makin banyak kation logam berat yang dapat dijerap (Naidu and Bolan, 2008).
Bahan organik tanah adalah polimer hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman atau makhluk hidup oleh mikroba ataupun proses degradasi kimia. Bahan organik tanah memiliki afinitas yang tinggi dalam mengikat logam berat yang akan dapat mengurangi ketersediaan hayatinya. Namun jika asam organik yang memiliki gugus fungsional hadir menjadi bagian bahan organik tanah maka ini akan menguntungkan karena memiliki kemampuan membentuk kompleks organo metal atau khelat yang dapat meningkatkan mobilitas logam berat dalam larutan tanah (Tan, 1998).
Kapasitas tukar kation (KTK) terkait dengan muatan negatif tanah yang merupakan manifestasi dari koloid liat dan bahan organik tanah. Sebaliknya kapasitas tukar anion (KTA) terkait dengan muatan positif tanah yang secara umum diasosiasikan dengan oksida mineral. Baik KTK maupun KTA ditentukan oleh tipe mineral liat, kandungan bahan organik tanah dan pH. Tanah dengan kandungan liat yang tinggi memiliki afinitas yang tinggi pada logam berat hal ini membuat ketersediaan logam berat menjadi berkurang (Bohn, et al., 1985).
Jenis tanah menunjukkan sifat dan karakter tanah yang spesifik yang membedakannya dari yang lain. Tanah di tropis didominasi oleh Ultisol dan Oksisol yang memiliki muatan berubah yang berbeda dengan tanah di subtropis dilihat dari asal muatannya. Tanah di tropis dicirikan oleh liat beraktivitas rendah yang didominasi oleh oksida dan hidroksida Fe dan Al. Berbeda dengan tanah tropis, tanah daerah subtropis didominasi oleh Alfisol, Mollisol, Vertisol, yang dicirikan oleh liat beraktivitas tinggi. Ciri yang berbeda ini mengakibatkan berbedanya ketersediaan hayati logam berat pada tanah Ultisol dan Oksisol dengan tanah Alfisol, Mollisol dan Vertisol (Naidu and Bolan, 2008).
Bioremediasi Tanah Tercemar Pb
Usaha untuk memulihkan tanah dari pencemaran logam berat umumnya dan Pb secara khusus dapat dilakukan dengan memadukan dua pendekatan. Pendekatan pertama dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan hayati dalam tanah yaitu melalui mobilisasi Pb sehingga kelarutan dalam tanah menjadi lebih tinggi. Sedangkan pendekatan kedua dengan memanfaatkan tanaman hyperaccumulator untuk melakukan ekstraksi Pb dari larutan tanah.
Mobilisasi Pb dengan asam organik yang dihasilkan jamur
Telah lama diketahui bahwa jamur menghasilkan metabolit dalam bentuk asam-asam organik. Berbagai asam organik diketahui memiliki kemampauan untuk melakukan kompleksasi atau menjadi agen pengkhelat logam. Beberapa jamur diketahui mampu menghasilkan asam organik dalam metabolismenya dengan kehadiran logam berat dalam tanah.
Asam oksalat dan asam sitrat adalah contoh asam organik dengan berat massa rendah yang dapat dihasilkan jamur. Asam organik berberat massa rendah diketahui dapat mempengaruhi distribusi logam dalam tanah yaitu memobilisasi logam berat dengan pembentukan kompleks metal yang larut. Proses mobilisasi ini dipengaruhi beberapa faktor fisik seperti suhu, kelembaban dan penyediaan hara (Arwidsson et al., 2010).
Beberapa spesies jamur memiliki kemampuan menghasilkan asam – asam organik pada media yang mengandung Pb, diantaranya Aspergilus niger dan Penicillium bilaiae. Pada percobaan yang dilakukan Ardwisson et al., (2010) jamur – jamur ini dikulturkan pada media dan diberi 0,11 M D-glukosa dan dikontaminasi dengan 25 µM Pb(NO3)2 kemudian ditambahkan ke dalam media 10 g tanah dari 3 tanah tercemar logam berat khususnya Pb dan diinkubasi selama 5 hari. Tanah tercemar yang digunakan adalah tanah moraine berpasir dengan kadar liat kurang dari 5 % dan fraksi organik kurang dari 4 %. Dimana tanah 1 mengandung 3.800 mg/kg Pb, tanah 2 mengandung 1.600 mg/kg Pb dan tanah 3 mengandung 370 mg/kg Pb. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa jamur-jamur ini menghasilkan beberapa jenis asam organik. Jumlah dan jenis asam organik yang dihasilkan disajikan pada tabel 1. Hasil mobilisasi Pb dari tanah akibat metabolit (asam-asam organik) dari jamur A. niger dan P. biliaeae disajikan dalam tabel 2.
Tabel 1. Produksi asam organik (nmol g-1 jam-1 )
Jamur | Jenis asam organik | ||||
Format | Asetat | Oksalat | Fumarat | Sitrat | |
A. niger | |||||
Tanah 1 | 8.200 | 6.600 | 10.000 | ||
Tanah2 | 7.200 | 24.000 | 3.700 | ||
Tanah3 | 6.400 | 18.000 | 7.300 | ||
P. biliaiae | |||||
Tanah1 | 91 | 640 | 870 | ||
Tanah2 | 1.200 | 70 | 2.800 | 18.000 | |
Tanah3 | 2.700 | 5,2 | 4.300 | 23.000 |
Sumber : Ardwidsson, et al., 2010
Tabel 2. Jumlah Pb yang dilepas dan spesies Pb
Jamur | Pb (%) | pH | Pb tot (mM) | Pb2+ (%)) | Pb Oks(%) | Pboks2(%) | Pb Sitrat (%) |
A. niger | |||||||
Tanah 1 | 2,8 | 4,3 | 026 | 45 | 55 | ||
Tanah 2 | 4,9 | 2,3 | 0,34 | 5 | 86 | 9 | |
Tanah 3 | 3,2 | 3,5 | 0,028 | 52 | 48 | ||
P bilaiae | |||||||
Tanah 1 | 0,7 | 5,3 | 0,058 | 13 | 47 | 1 | 39 |
Tanah 2 | 11,7 | 3,5 | 0,80 | 15 | 79 | 4 | 2 |
Tanah 3 | 7,3 | 4,0 | 0,065 | 4 | 78 | 9 | 9 |
Sumber : Ardwidsson, et al., 2010
Penggunaan asam organik hasil metabolisme jamur sebagai agen pengkhelat logam berat meningkatkan ketersediaan Pb bagi tanaman dikarenakan logam berat menjadi dalam bentuk tersedia dalam larutan tanah. Selain penggunaan asam organik seperti asam oksalat dan sitrat , beberapa agen pengkhelat lain juga dapat digunakan untuk memobilisasi logam berat, baik yang sintetis seperti EDTA (ethylene diamine tetra acetic acid) maupun yang alami seperti asam humik yang terdapat pada tanah gambut.
Jika ketersediaan hayati logam berat seperti Pb dalam tanah telah dapat ditingkatkan maka langkah berikutnya yang dilakukan adalah dengan fitoekstraksi.
Fitoekstraksi
Fitoekstraksi adalah salah satu bentuk fitoremediasi dimana tanaman melalui akar tanaman menyerap pencemar (logam berat) dari larutan tanah dan diakumulasi di batang dan daun (bagian tanaman yang dapat dipanen). Fitoekstraksi biasa digunakan untuk memulihkan tanah tercemar khususnya logam berat seperti Pb (Roselli et al., 2003; Zhuang et al., 2005).
Tanaman yang memiliki kemampaun untuk menyerap logam berat dalam jumlah yang lebih banyak disebut tanaman hyperaccumulator (hiperakumulator). Tanaman hiperakumulator adalah tanaman yang mampu mengakumulasi logam berat pada jaringan tanam dan bagian yang dapat dipanen yang berada diatas tanah pada kisaran 0,1 – 1% dari berat keringnya ( Baker et al.,1991 dalam Suresh and Ravishankar, 2004).
Hyperaccumulation(hiperakumulasi) merupakan kombinasi dari aspek adsorpsi, pengangkuatn dan translokasi yang membutuhkan penampung yang besar (bagian penyimpanan/jaringan) untuk menyimpan pencemar/logam berat. Hiperakumulasi terutama tergantung pada logam berat dan spesies tanaman. Akar tanaman menjerap/menyerap logam berat bersamaan dengan hara yang lain, diangkut melalui jaringan xylem dan phloem dan kemudian diakumulasi pada bagian yang dapat dipanen (Suresh and Ravishankar, 2004).
Adsorpsi pencemar logam berat seperti Pb oleh tanaman mengkombinasikan keuntungan luas permukaan akar yang lebih besar dengan afinitas reseptor kimia yang tinggi. Pencemar logam berat bersamaan dengan hara yang lain berikatan dengan permukaan akar.
Dalam sel-sel akar, sistem pengangkutan dan tempat/ bagian dengan afinitas pengikatan yang tinggi memediasi pengambilan logam berat melalui plasma membrane. Pengambilan logam berat melalui pengangkut sekunder seperti saluran protein atau protein pembawa H+ dimana potensial negatif membrane mendorong pengambilan kation melalui pengangkut sekunder ( Clemen et al., 2002 dalam Suresh and Ravishankar, 2004).
Urutan pengambilan logam berat ke dalam symplasma akar dan pergerakan ke xylem mencakup 3 tahapan: penahanan logam berat dalam sel akar, pengangkutan symplastik ke stele dan terakhir dilepas ke xylem yang dimediasi oleh membrane pengangkutan protein. Dalam pengangkutan dan translokasi logam berat, phytochelatin dan metalothioneins memainkan peran penting (Anaka et al., 2001).
Phytochelatin adalah kelompok protein yang memiliki asam amino cystein, glycine, dan asam glutamate,i yang menginduksi tanaman jika tanaman mengalami cekaman logam berat. Senyawa ini mengikat ion logam dan membawanya ke vakuola dimana logam berat tidak lebih lama menjadi toksik (Suresh and Ravishankar, 2004).
Metallothionein belum begitu jelas, ada dua hipotesis yang diajukan. Teori yang pertama menyatakan bahwa metallothionein menciptakan pool penyimpanan ion untuk kelebihan ion-ion logam berat bebas yang dikhelasi sampai tanaman menggunakannya jika esensial. Teori kedua menyatakan bahwa metallothionein adalah protein transport yang bertanggung jawab pada pemindahan kelebihan logam berat dari satu tempat dimana matallothionein membangun sampai ke tingkat toksik pada tempat dari tanaman dimana logam berat dibutuhkan (Shuresh and Ravishankar, 2004).
Fitoekstraksi Pb oleh rumput Vetiver
Salah satu tanaman yang memiliki kemampuan hyperaccumulator adalah rumput Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) karena mampu tumbuh pada tanah yang tercemar logam berat. Tanaman ini memiliki perakaran yang kuat dan sangat panjang yang dapat mencapai 3 m sehingga sering digunakan sebagai tanaman konservasi tanah.
Penelitian yang dilakukan Angin et al., (2008) dimana digunakan rumput vetiver sebagai tanaman hiperakumulator logam berat Pb. Dalam percobaan ini digunakan asam humik sebagai agen pengkhelat untuk memobilisasi Pb dalam tanah yang prinsip kerjanya seperti asam-asam organik metabolit jamur.
Percobaan ini dilakukan pada tanah Ustortents yang ditanami rumput vetiver. Tanah diinkubasi dengan Pb(NO3)2 dengan taraf 0, 45, 90 dan 180 mg/kg selama sebulan kemudian ditanami dengan rumput vetiver. Asam humik diberikan dengan taraf 0, 100, 200 dan 400 mg/kg. Percoban penggunan rumput vetiver untuk fitoekstraksi dilakukan selama 90 hari. Hasil percobaan disajikan pada tabel 3, 4 dan 5.
Hasil dari percoban yang disajikan pada table 3 menunjukkan pemberian asam humik mengakibatkan jumlah Pb pada bagian atas tanaman pada masing-masing taraf perlakuan Pb sama. Untuk jumlah Pb pada bagian akar yang disajikan pada tabel 4 menunjukkan ada perbedaan yang diakibatkan pemberian asam humik, hal ini berarti bahwa adanya perbedaan taraf asam humik mengakibatkan mobilisasi Pb yang berbeda sehingga membedakan keter sediaan Pb pada jumlah Pb yang diserap akar tanaman.
Dari table 3 dan 4 terlihat bahwa peningkatan jumlah pencemar Pb dalam tanah akan meningkatkan jumlah Pb di akar dan bagian atas rumput Vetiver. Hal ini juga menunjukkan kemampuan rumput Vetiver mengakumulasi Pb.
Tabel 3. Jumlah Pb pada bagian atas tanaman
Asam Humik | Pb (mg kg-1) | |||
0 | 45 | 90 | 180 | |
0 | 1 | 21 | 22 | 17 |
100 | 1 | 17 | 23 | 14 |
200 | 0 | 14 | 27 | 18 |
400 | 0 | 23 | 25 | 17 |
Sumber : Angin et al., 2004
Tabel 4. Jumlah Pb pada akar tanaman
Asam Humik | Pb (mg kg-1) | |||
0 | 45 | 90 | 180 | |
0 | 1 a | 12 b | 38 a | 35 b |
100 | 1 a | 23 ab | 35 a | 48 a |
200 | 1 a | 18 b | 42 a | 39 b |
400 | 1 a | 32 a | 41 a | 42 ab |
Sumber : Angin et al., 2004
Tabel 5. Hasil (mg berat kering/pot)
Asam Humik | Pb (mg kg-1) | |||
0 | 45 | 90 | 180 | |
0 | 3,9 b | 4,2 b | 4,1 b | 5,7 a |
100 | 5,0 ab | 5,1 b | 5,5 ab | 4,2 a |
200 | 6,1 a | 5,4 b | 6,8 a | 6,1 a |
400 | 4,1 b | 9,0 a | 6,8 a | 6,8 a |
Sumber : Angin et al., 2004
Berat kering tanaman akibat pemberian asam humik meningkat dengan taraf pemberian yang lebih tinggi pada semua taraf pemberian Pb.
Kesimpulan
1. Tanah pertanian dapat tercemar oleh logam berat Pb terutama bersumber dari penggunaan pupuk.
2. Logam berat ditahan dalam tanahmelalui erapan, presipitasi dan kompleksasi dan keluar dari tanah melaui pengambilan oleh tanaman dan pencucian ,
3. Metabolit jamur dalam bentuk asam-asam organik dapat berfungsi sebagai agen pengkhelat yang dapat memobilisasi Pb.
4. Rumput Vetiver (Vetivera zizanioides (L.) Nash) dapat digunakan sebagai tanaman hiperakumulator Pb untuk fitoekstraksi Pb dari tanah tercemar.
Daftar Pustaka
Anaka S. S., R. Deht, D. Sarker, S. K. M. Samanathan, C. P. Millas and S. Burd. 2001. Analysis of Phytochelatin Complexition in the Lead Tolerant Vetiver Grass (Vetiveria zizanioides (L.) Nash). Environtment Pollutan (15)7 : 2173-2183.
Angin I. , M. Turan, Q. M. Ketterings and A. Cakie. 2008. Humic Acid Addition Enhanced Pb Phytoextraction by Vetiver Grass (Vetiveria zizanioides (L.) Nash). Water and Soil pollut. 188 : 335-343.
Ardwidsson Z., Z. E. Johansson, Thomas van Kronkehn, B. Allard, and P. van Haes. 2010. Remediation of Metal Contaminated Soil by Organic Metabolite from Fungi I- Production of Organic Acid. Water and Soil Pollut. 256 : 215-226.
Bolan, N. S., B. B. Ko, C. W. N. Andersson, I. Vogeler, S. Mahamairaja and R. Naidu. 2007. Manipulating Bioavailaibility to Manage Remediation of Metal Contaminated Soils. Dev. In Soil Science Vol. 32: 667-674. Elsivier.
Bohn, H., B. Mc Neal , and G. O’Connor 1985. Soil Chemistry 2nd Ed. Wyley, New York.
Kasno A., Suwandi dan I. Anas. 2003. Usaha Mengurangi Kadar Logam Berat Melalui Pengapuran pada Tanah Tercemar tailing. Prosiding Seminar Nasonal Pengeloaan Lingkungan Pertanian. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Kurnia U., H. Suganda, R. Saraswati dan Nurjaya. 2004. Teknologi Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah. Dalam Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Ed. : Fahmuddin Agus dkk. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Las I., K. Subagyono dan A. P. Setiyanto. 2006. Isu dan Pengelolaan Lingkungan dalam Revitalisasi Pertanian . Jurnal Litbang Pertanian 25(3): 106-115.
Naidu R., and N. S. Bolan. 2008. Contaminant Chemistry in Soil : Keys Concepts and Bioavailaibility. Dev. In Soil Science Vol. 32 : 9-33. Elsivier.
Notohadiprawiro T. 1993. Logam Berat dalam Pertanian. Fakultas Pertanian UGM.
Rosselli W., C. Keller and K. Boschi. 2003. Phytoextraction Capacity of Trees Growing on a Metal Contaminated Soil. Plant and Soil 256 : 265-272.
Suhendrayatna. 2001. Heavy Metal Bioremoval by Microorganism. A Literature Study. http : //www.istec.org/publ./japan/010211.suhendrayatna_PDF, diakses 15/01/2011.
Suresh B., and G. A. Ravishankar. 2004. Phytoremediation – A Novel and Promising Approach for Enviromental Clean –up. Critical Reviews in Biotechnology 24, 2-3 : 97 – 110.
Tan, K. H. 1998. Principles of Soil Chemistry, Expanded ed. Marcell Dekker. New York.
Zhuang P., Z. H. Ye, C. Y. Lan, Z. W. Xie and W. S. 2005. Chemically Assisted Phytoextraction of Heavy Metal Contaminated Soil Using Trees Plant Species. Plant and Soil 278 : 153-162
Fitoekstraksi Pb oleh Rumput Vetiver melalui peningkatan mobilitasnya dengan Asam Organik dalam meningkatkan
Tugas Mata Kuliah Pengolahan Limbah Pertanian dan Bioremediasi
Oleh :
Ahmad Sofian
108104002
PROGRAM S3 ILMU PERTANIAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar